Berani Berkata Tidak
Sugeng sedang merintis karier sebagai penerjemah. Ia menerima tawaran untuk menerjemahkan buku spiritualisme populer dari sebuah penerbit besar.
Ketika menerjemahkan sampelnya, ia sudah merasa kurang nyaman. Namun, ia merasa tawaran itu bisa menjadi batu loncatan bagi kariernya. Jadi, ia menerimanya.
Tetapi, selama menerjemahkan ia merasa tersiksa. Dari segi bahasa, buku itu relatif mudah dialihbahasakan. Masalahnya, dari segi isi, buku itu memaparkan pandangan berdasarkan berbagai filsafat dan kepercayaan yang tidak selalu selaras dengan Kitab Suci.
Setelah menyelesaikannya, ia memetik pelajaran berharga: seharusnya ia berani untuk berkata tidak. Bukan hanya tawaran yang meresahkan, tawaran yang baik pun tidak selalu harus kita iya-kan.
Tubuh kita hanya satu. Waktu kita terbatas. Tidak mungkin kita meluluskan setiap permintaan. Berarti, kita perlu menimbang dan memilih secara bijaksana.
Menolak tawaran negatif sudah pasti. Namun, tak jarang kita juga mesti menyisihkan yang baik, agar dapat mengejar yang terbaik. —ARS
Berkata 'tidak' kadang kala terasa berat, namun selalu berkata 'ya' bisa mendatangkan jerat.
* * *
Sumber: e-RH, 22/6/2011 (dipersingkat)
==========